Membela Jerinx SID di Tanah Anarki

Oleh: Bagus Pribadi
IDN Times
Industri musik tanah air memang mempunyai warna dinamika sendiri. Salah satunya masalah cover lagu antarmusisi. Sebenarnya sejak dahulu ada banyak kasus tentang cover lagu antarmusisi ini, namun entah saya belum lahir atau bodo amat, yang ada di ingatan saya sekarang hanya beberapa masalah seperti Payung Teduh dengan Hanin Dhiya. Hanin Dhiya ini terkenal dengan aktivitasnya di Youtube yang sering meng-cover lagu-lagu milik musisi lain, tentu saja. Ia pernah meng-cover lagu milik Payung Teduh yang berjudul Akad. Tapi Vokalis Payung Teduh, Is, merasa tak suka kepada Hanin Dhiya dengan berbagai alasan yang merugikan Payung Teduh. Namun, banyak yang mengatakan Is marah karena jumlah viewers Hanin Dhiya lebih banyak daripada video klip resminya Payung Teduh. Hahahaha, seru juga.

Saya di sini tidak membahas Is Payung Teduh yang telah meninggalkan bandnya itu, bukan pula Hanin Dhiya yang imut-imut nggilani. Yang akan saya bahas adalah kasus Jerinx SID dengan Via Vallen yang baru-baru ini hangat di media. Jerinx SID membuat cuitan di akun twitternya soal ketidaksukaannya kepada Via Vallen yang meng-cover lagu Superman Is Dead (SID) berjudul Sunset Di Tanah Anarki (SDTA). Menurut saya ada beberapa hal yang membuat Jerinx SID geram kepada Via Vallen.

Sebelum meng-cover lagu, setidaknya kita harus tahu latar belakang dan makna dari lagu tersebut. Untuk siapa dan apa tujuan lagu itu diciptakan. Sebenarnya sudah sangat jelas makna dari lagu SDTA ini. Jika memang Via Vallen tak bisa mencerna lirik puitis yang ditulis Jerinx SID, setidaknya ia harus lihat video klipnya. Kan rasanya tidak mungkin Via Vallen meng-cover lagu tanpa melihat video klipnya. Saya yakin ketika Anda mengetikkan lagu SDTA di Youtube, pasti yang pertama muncul video klipnya.

Di video klip tersebut, beberapa scene menampilkan poster berwajah Munir Said Thalib, Widji Thukul, dan Marsinah. Sudah sangat jelas SID menciptakan lagu SDTA sebagai wujud dedikasi terhadap para pejuang kemanusiaan. Masa iya lagu dengan ruh seperti itu dinyanyikan dengan ketawa-ketiwi dan goyang sana-goyang sini.

Munir seorang aktivis HAM yang mati diracun. Sampai sekarang dalang pembunuhannya belum terungkap. Widji Thukul seorang penyair dan aktivis. Hilang pada 1998, sampai sekarang belum pernah kembali ke rumah. Marsinah seorang buruh perempuan yang dibunuh militer karena meminta kenaikan upah. Dengan lirik dan musik yang didedikasikan untuk mereka, Via Vallen seketika mengubah ruh SDTA di atas panggung. Seakan-akan Via Vallen dan penontonnya merayakan para pejuang hidup yang hilang dengan ketawa-ketiwi dan joget-joget.

Tentunya banyak yang dukung Jerinx SID, tapi tak kalah banyak dengan yang dukung Via Vallen (orang dengan berbagai latar belakang, yang pasti fans Via Vallen). Tak luput pula kaum Feminis dan Anarkis. Di Twitter, dua kaum itu lebih condong dukungannya ke Via Vallen. Saya tak akan membahas fans Via Vallen, sudah pasti mereka dukung idolanya apa pun wujud kebenaran dan kesalahannya. Tapi Feminis dan Anarkis?

Saya heran kenapa di Indonesia Feminis seakan-akan dilekatkan hanya untuk perempuan. Padahal Feminis cakupannya luas, dan lelaki juga bisa dikatakan Feminis. Contohnya ketika Aan Mansyur diwawancarai Paguyuban Pamitnya Meeting dan mengaku bahwa ia juga seorang Feminis. Ketika kita menuntut sepenuhnya tubuh kita adalah hak kita, itu merupakan Feminis. Nah, di Twitter perempuan banyak mengecam Jerinx SID. Demi menunjukkan bahwa dia seorang Feminis, ya harus mendukung Via Vallen yang juga perempuan. Mungkin ini dampak orang-orang yang belajar Feminisme dari official akun Line atau meme-meme tentang Feminisme.

Anarkis juga mengecam Jerinx dengan cuitan beragam. Ada yang bilang, “Anarko kok mikirin legalitas.” Ya, kalau Anarkisme memang tak seharusnya memikirkan hal-hal yang menunjang kemapanan. Bahkan Anarkis tak suka dengan Aksi Kamisan dengan alasan, “Kalau kalian kehilangan satu orang itu berarti kalian kehilangan satu tenaga, tak perlu bersungut-sungut.” Saya salut dengan Anarkis yang tetap memegang teguh idealismenya. Salut juga dengan Anarkis yang makan McD apalagi yang punya SIM dan KTM. Hahahaha!

Tapi, yang jadi persoalan bukan royalti melainkan makna lagu SDTA. Apakah nyambung Anda membaca puisi sedih dengan ekspresi ketawa-ketawa? Atau apa pernah kalian lihat Cholil Mahmud menyanyikan lagu Di Udara yang juga didedikasikan untuk Munir dengan raut wajah bahagia? Cobalah menghargai apa yang diciptakan orang. Kita hidup sebagai manusia namun mengabaikan kemanusiaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wadin dan Sarung Hijau Lumut

Salahkah Aku

Dialog Warung Kopi