Pentingnya RUU Masyarakat Adat
Arika Harmon
Foto: Putri Sari Dewi
“Indonesia tanpa
komponen adat, bagai raga tanpa nyawa”
Penting untuk
disadari bahwa selama ini negara hanya setengah-setengah didalam mengakui dan
melindungi masyarakat adat beserta hak/ruang hidupnya. Padahal sangat jelas di depan
kita bahwa negara ini bukan apa-apa tanpa komponen adat itu sendiri. Jika kita
teliti, sumber keuangan Indonesia adalah hasil dari eksploitasi wilayah adat
dan komponen adat oleh negara dan swasta. Namun yang sangat disayangkan nasib
masyarakat selaku pemilik selalu terabaikan di dalamnya. Masyarakat adat selalu
ditindas dengan alasan kepentingan pembangunan dan kemajuan.
Banyak sudah kebijakan dilahirkan negara yang katanya adalah
produk hukum sebagai bukti pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat/tradisional.
Namun fakta yang kita hadapi belum ada satupun aturan tersebut yang secara
global dan betul-betul serius mengurus masyarakat adat beserta komponennya.
Sehingga, tak asing telinga saat mendengar kekerasan, penindasan,
keterbelakangan, serta perampasan hak-hak masyarakat adat oleh berbagai pihak
di NKRI.
Masyarakat Adat telah ada dan tinggal di tiap penjuru
Indonesia jauh sebelum bentangan Sabang dan Merauke tergabung menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keberadaan beserta hak-nya juga diakui dan
dilindungi didalam UUD 1945 melalui pasal 18B ayat (2), pasal 28I ayat (3),
pasal 32 (ayat (1) dan (2). Setelahnya masyarakat hukum adat/tradisional juga
disebut-sebut didalam banyak kebijakan yang diantaranya pada pasal 2 ayat (4),
Pasal 3, Pasal 5, dan Pasal 56 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok
Agraria. Pasal 67 ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan. Pasal 2
ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 5 tahun 1999 Tentang Pedoman
Penyelesaian Perselisihan Permasalahan hak ulayat masyarakat hukum adat.
Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 31/PUU -V/2007. Kemudian jika kita melihat
lebih dekat lagi, eksistensi masyarakat adat kembali dikukuhkan pemerintah
melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 tahun 2013 (MK 35) yang mengatakan
hutan adat bukan lagi atau dengan kata lain dikeluarkan dari hutan negara.
Lebih singkatnya kita ambil contoh dari MK 35 Tahun 2013.
Di dalam keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut memang disebut bahwa hutan adat
dikeluarkan atau, bukan lagi hutan negara. Namun jika kita salami lebih dalam,
MK 35 hanya berbicara tentang status, bukan fungsi dari kawasan hutan/hutan
adat tersebut. Contohnya saja di beberapa wilayah adat yang telah diakui dan
dikeluarkan SK Hutan Adat, masyarakat adat selaku pemilik belum juga bisa
memamfaatkan wilayahnya demi kelestarian serta meningkatkan taraf hidup mereka.
Jika di dalam wilayah adat/hutan adat tersebut telah menyandang fungsi lindung,
atau menjadi wilayah konsesi perusahaan, maka masyarakat tetap hanya bisa gigit
jari dan tidak berdaya untuk menuntut hak mereka. Baik yang sudah-sudah, saat
ini, maupun untuk kedepannya. Selain itu proses registrasi serta untuk mendapat
pengakuan hutan adat tersebut sangatlah sulit dan berbelit-belit. Karena belum
ada aturan atau kebijakan global yang detail mengatur tentang pengakuan serta
perlindungan masyarakat adat beserta komponen adat. Belum ada payung hukum yang
mudah diadopsi masyarakat adat demi pemulihan, perlindungan, maupun pelestarian
komponen adat. “Banyak perubahan, tapi tidak ada yang berubah”.
Rancangan Undang-Undang Pengakuan dan Perlindungan
Masyarakat Adat (RUUPMA), atau yang disebut Rancangan Undang-Undang Masyarakat
Adat (RUUMA), adalah rancangan
undang-undang sebagai inisiatif DPR yang dikawal oleh lembaga pemerintah maupun
non pemerintah, aktivis, mahasiswa, dan masyarakat dari berbagai kalangan yang
peduli terhadap nasib masyarakat adat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Sejak Tahun 2015 dan 2016 RUU tersebut telah diosong agar menjadi undang-undang,
namun masih gagal. Namun setelah menempuh perjalanan yang terjal, RUU
Masyarakat Adat akhirnya masuk ke Prolegnas ( Program Legilasi Nasional) tahun
2017 yang lalu.
Pada Tahun 2018 ini, tepatnya beberapa waktu yang lalu
beredar surat pengantar Menteri Dalam Negeri kepada Menteri Sekretaris Negara
yang menyebut tanggapan pemerintah atas RUU Masyarakat Adat Inisiatif DPR. Ada
tiga pernyataan yang seolah mengancam pengukuhan RUU Masyarakat Adat untuk
menjadi undang-undang. Pertama sudah banyak peraturan perundang-undangan tentang
masyarakat adat. Kedua RUU berpeluang mengakui kepercayaan yang belum diatur
selama ini. Ketiga, pelaksanaan RUU akan membebani keuangan negara.
Namun, beberapa hari kemudian beredar pula surat susulan
dari Menteri Dalam Negeri yang ditandatangani Sekretaris Jenderal Kementerian
Dalam Negeri. Pada intinya merevisi surat sebelumnya, dan menegaskan bahwa
pemerintah mendukung dan melaksanakan kebijakan pemerintah di bawah pimpinan
Presiden Jokowi.
Kemudian, pada Tanggal 18 April 2018 RUU Masyarakat Adat
kembali mendapat angin segar melalui Surat Presiden RI kepada Ketua Dewan
Republik Indonesia Nomor : R-19/Pres/04/2018 yang bersifat sangat segera dan
prihal Penunjukan Wakil Pemerintah Untuk Membahas Rancangan Undang-Undang
Tentang Masyarakat Hukum Adat. Di dalam surat tersebut presiden menyampaikan
bahwa telah ditugaskan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional,
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia,
Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Menteri Hukum dan HAM untuk mewakili
dalam membahas rancangan undang-undang tersebut.
Semoga RUU Masyarakat Adat secepatnya dapat dikukuhkan
menjadi undang-undang sebagai harmonisasi dan singkronisasi dari undang-undang
dan peraturan yang lahir sebelumnya tentang masyarakat hukum adat/tradisional
demi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat adat dan NKRI.
Selengkapnya mengenai
RUU Masyarakat Adat dapat di Download pada link berikut :
https://drive.google.com/file/d/1Gj1CZ1IUAEQkIrz1EfRpcMY8LZguihZ0/view?usp=drivesdk
Komentar
Posting Komentar